Polemik Terkait Relokasi PKL di Maliboro

Beberapa waktu lalu Pedagang Kaki Lima (PKL) yang ada di Malioboro dipindahkan ke teras Malioboro. Penataan kembali ini dilakukan supaya kawasan Malioboro menjadi lebih tertib dan ramah untuk para wisatawan yang datang.

Pusat Studi Pariwisata Universitas Gadjah Mada (UGM) berharap bahwa kawasan wisata Malioboro lebih baik setelah adanya relokasi ini. Nantinya Malioboro tidak berubah menjadi jalur pedestrian seperti di Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat.

“Harus dijamin bahwa Malioboro tidak berubah sosok seperti jalur pedestrian di Jalan MH Thamrin di Jakarta. Di sana yang ada ada gedung-gedung pencakar langit di sisi kanan kiri jalan“ jelas Prof. Janianton Damanik, Kepala Pusat Studi Pariwisata (Puspar) UGM.

Baca: HEHA OCEAN VIEW Yogyakarta Tiket & Ragam Aktivitas

Prof. Janiation Damanik tak ingin pasca relokasi PKL, sisi kiri dan kanan di Kawasan Malioboro ini justru akan dihiasi bangunan pencakar langit. Seperti jalur yang ada di Jalan MH Thamrin Jakarta. “Jadi nantinya ke-malioboro nya harus tetap ada, roh Malioboro-nya harus tetap menonjol“ imbuh Prof. Janiaton.

Ada cara yang bisa dilakukan supaya daya pikat dari Malioboro tidak hilang. Yaitu dengan tidak membiarkan kawasan Malioboro sekadar menjadi jalur pedestrian pada umumnya. Menurut Prof. Janiaton, Pemerintah DIY perlu untuk menerjemahkan berbagai narasi yang dipadukan dengan atraksi seni budaya di sepanjang Jalur Malioboro. Dengan langkah atau cara ini, maka daya pikat yang melekat pada jalan Malioboro tidak akan hilang begitu saja.

“Jika jalur jalur pedestrian itu tidak ada event tentu akan kurang menarik. Kalau sekedar orang datang ke Malioboro untuk jalan-jalan aja kan gak mungkin“ tutur Prof. Janiaton.

Baca: MALIOBORO Jalan Legendaris Wisata Yogyakarta

Menurut Prof. Janiaton, Pemerintah DIY sebenarnya memiliki sumber daya yang besar untuk merevitalisasi imej dari Malioboro. Salah satu hal yang dapat dilakukan adalah dengan menggandeng Institut Seni Indonesia (ISI).

Hal ini juga mendapatkan tanggapan dari Dinas Kebudayaan DIY. Pihak Dinas Kebudayaan DIY dapat memetakkan berbagai sumber potensi kesenian dan budaya untuk tampil di Malioboro. Nantinya akan ditampilkan secara berkala dengan menyusun agenda wisata atau Calendar Of Event. “Itu anak-anak ISI kan orang yang kreatif, ya sudah misal satu minggu sekali bisa melakukan pameran di sana“

Meski nantinya PKL tak lagi dijumpai di selasar kanan dan kiri jalan Malioboro. Namun diyakini kawasan sentra wisata di pusat Kota Yogyakarta itu akan tetap memikat wisatawan asalkan imejnya tetap terjaga. Sebaliknya, Prof. Janiation optimis bahwa penataan yang kini tengah dilakukan oleh Pemda bersama Pemkot ini justru membuat Malioboro makin maju. Membuat kawasan ini kain indah dan asri, sehingga mengundang banyak wisatawan untuk datang.

Meski begitu, beliau meminta Pemerintah Daerah DIY terus menjamin daya jual dagangan PKL Malioboro. Entah itu di teras 1 maupun teras 2, dengan cara mengoptimalkan strategi promosi. Pemda DIY harus mampu menjamin supaya para PKL tidak memulai lagi dari nol untuk menjajakan dagangan di tempat tersebut. Harus membantu promosi juga.

Bagikan konten ke: